Tuesday, September 18, 2012

Serial Nimo


      Rak bukunya sudah penuh, hampir roboh malah. Tapi dia sepertinya tidak pernah peduli, buat dia buku adalah segala-galanya, agak aneh mengingat umurnya yang baru 11 tahun. Dia sanggup berjam-jam diam di toko buku, bahkan ia hanya meminta hadiah ulang tahun berupa tambahan alokasi waktu buat menjelajah toko buku. Ketika anak seusianya masih asyik search ‘cara ngebunuh babi di Angry Bird Space’ ia malah search ‘harga kindle dalam rupiah’. Saat liburan kemarin, dia merengek minta ijin buat berkemah ria di teras rumah ditemani Bibi. Nggak tanggung-tanggung, dia minta ijin mendirikan tenda hello kittynya seminggu. Setelah makan malam bersama Mama dan Papanya, ia menyiapkan selimut, Froyo, iPod Nano, lotion dan teleskop kecil oleh-oleh Om Bary sepulang dari Jerman bulan kemarin. Satu lagi yang tidak boleh terlupa, buku. Saat itu dia kalap menghabiskan serial Hunger Games. Baginya, berkhayal menjadi astronot dan punya pabrik cemilan khusus astronot adalah hal terindah kedua setelah melahap buku.
      Namanya Nimo, lengkapnya Nimo Exacty. Dia anak tunggal dari pasangan bankir ternama ibukota. Sejak pertama kali lahir di dunia ini, ia tidak pernah sekali merengek karena susunya habis, atau karena pempersnya belum dibeli. Hidupnya bisa dibilang bergelimang harta. Untuk seorang anak tunggal, kasih sayang buat Nimo adalah harga mutlak. Apalagi setelah kejadian keguguran beberapa kali yang membuat orangtuanya menyerah untuk menghadiahkan Nimo adik. Sejak masuk playgroup, Pak Neman dan Bi Ira adalah teman setianya. Bukan, bukannya Nimo tidak pandai bergaul. Di sekolahnya, SD Bilingual yang megah itu, Nimo terkenal dengan Genk Sweet Smelling nya. Maklum, parfum yang biasa ada di tasnya adalah parfum kelas Body Shop yang baunya aduhai itu. Tetapi Abagi Nimo, hangout bareng genknya ala anak ABG kelas atas itu bukan aktivitas yang masuk dalam daftar listnya.
      Selain itu, melihat film yang diadaptasi dari buku adalah hal yang harus ia hindari. Mamanya sampai susah payah membujuknya nonton Laskar Pelangi yang sempat heboh berapa tahun kemarin. Nimo selalu ingin teriak marah ketika khayalannya hancur karena adegan di filmnya tidak sesuai apa yang ada di kepalanya. Perfeksionis? Atau cenderung keras kepala? Apa mungkin sifat seperti itu sudah bisa dideteksi dari ABG berusia 11 tahun?
      Nimo terbius untuk marathon melahap buku itu diawali dari virus sehat yang ditularkan oleh Omnya, Om Bary tadi. Nimo tau, dari keluarga Papanya, Om Bary adalah satu-satunya orang yang pekerjaannya jauh dari dunia perbankan. Om Bary berprofesi sebagai kolektor barang antik, ia punya beberapa outlet di Semarang dan Jakarta. Kedatangan Om Bary ke rumah Nimo selalu dinantinya sepanjang bulan. Dengan membawa barang-barang antik hasil perburuan dari seluruh penjuru negeri, Om Bary selalu punya tempat spesial buat Nimo, apalagi buku-buku aneh pemberiannya. Mulai dari buku proses pembangunan menara eiffel, sampai katalog parfum keluaran Rusia. Semuanya itu jadi vitamin terampuh buat Nimo kecil.
      Perfeksionis mungkin bisa diusulkan menjadi nama tengahnya, Nimo Perfecto Exacty. Dia selalu memastikan koleksi bukunya lengkap dan dalam keadaan prima setiap hari. Nimo punya kuas khusus membersihkan debu dari buku, sampai obat spray anti kutu buku. Enampuluh persen dinding kamar Nimo diisi dengan rak gantung dari kayu untuk memajang buku koleksinya, ia mengatur semua itu tanpa dibantu siapa-siapa kecuali Bi Ira.
      Semua orang pasti mengira hobi dan kegilaan Nimo akan buku dan astronot ini mendapat dukungan penuh dari orangtuanya. Kenyataannya tidak. Nimo butuh perjuangan khusus untuk itu semua. Jadwal rutinnya menyambangi toko buku adalah kegiatan gerilya bawah tanah yang dilakukannya sepulang sekolah bersama Bi Ira dan Pak Neman. Papanya tidak suka buku, dan Mamanya tidak suka tumpukan buku di kamarnya, sempurna. Uang untuk membeli buku ia dapatkan dari uang sakunya atau uang suprise dari Om Bary. Mamanya membuat ultimatum, ‘Mama mau mengantarkan Nimo kemanapun, mau membelikan Nimo apapun, asal bukan buku. Bukumu sudah terlalu banyak Nimo’.
      Sedangkan Nimo tidak pernah bosan dengan kegiatan apapun asal ada unsur buku di dalamnya. Membaca buku, menyampul buku, mengatur buku, membeli buku, membersihkan buku bahkan meniduri buku. Nimo selalu berpegang teguh selama 11 tahun ia hidup, 6 tahun terhitung saat ia mulai bisa membaca, bahwa ‘reading changed dreams into life and life into dreams’. Nimo percaya itu, ia akan membaca sebanyak yang ia mampu hingga ia bisa jadi astronot dan ia bermimpi suatu saat kelak ia akan menuliskan jalan hidupnya, serta pengalamannya menjadi astronot menjadi sebuah buku serial.

1 comment: