Friday, March 11, 2011
Mekanisme Sepayung Berdua
Hari-hari ini Indonesia diguyur hujan tanpa pandang bulu. Tanpa bisa diramalkan, kadang pagi buta, kadang tengah hari, kadang tengah malam. Sering jadi kambing hitam, alasan buat absen di kampus hari itu. Perjalanan kos - kampus pun punya aral lintang khas hujan, becek, air menggenang dan cipratan-cipratan air yang suprising.
Keadaan akan membaik ketika ada teman yang membuka tas dan mengeluarkan payung kecil lipatnya. Urusan tebeng menebeng payung pun dimulai, kalo diamat-amati, ada banyak tipe join di payung kecil ini. Ada yang merasa nggak enakan, sudah ditebengi, lalu mengambil alih sebagai si pemegang payung, ada juga yang mengatur posisi depan belakang, jadi nggak sampingan, ada yang saling mengorbankan untuk sedikit keluar jalur, mengorbankan dirinya kena tampias hujan. Ah, tidak hanya itu, kita juga perlu menyelaraskan langkah, biar tetap satu naungan. Romantis kan? Dengan mata yang lebih sering menatap kebawah, kita dipaksa untuk melihat sandal atau sepatu yang mulai kotor kena cipratan-cipratan air, pembicaraan mengalir, apalagi jika jarak yang ditempuh cukup jauh. Solidaritas pun mulai terbangun, jika yang memberi tebengan payung itu teman yang baru kenal, maka sedikit banyak kita akan lebih mengenal dia, jika yang memberi tebengan teman dekat, maka kita akan semakin dekat. Ah, banyak hikmah dan hal-hal kecil yang bisa diamati hanya karena masalah sepayung berdua.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment